Sabar dan Ikhlas
Menuntut ilmu yang jauh dari kampung halaman terkadang
menjadi alasan kuat setiap orang seperti saya untuk mencari rumah kontrakan
atau rumah kos, demi untuk menuntut ilmu yang lebih baik untuk masadepan saya,
rela membuang diri hidup jauh dari orang tua, keluarga, dan masakan yang aduhai
lezatnya, akan tetapi itu semua harus di jalani dengan sabar dan ikhlas, karena
untuk menjadi orang yang benar-benar bermanfaat bagi orang lain bukanlah hal
yang instan melainkan membutuhkan proses yang panjang, perjuangan dan
pengorbanan.
Kehidupan anak-anak perantauan memberikan gambaran dan
pelajaran kepada saya untuk merasakan hidup dalam kesederhanaan yang serba
kekurangan, tentang betapa susah dan sulitnya hidup ini, menjalani hidup sebagaimana
kedua orang tua yang bekerja setiap hari tanpa pernah mengeluh demi
anak-anaknya.
Hidup ala anak kos adalah hidup serba kekurangan,
makan seadanya, adapun menu wajib anak kos adalah mie instan karna penyajianya
yang cepat saji, seringkali menahan lapar, tidak makan seharian adalah hal yang
biasa karena kurangnya makanan dan keterbatasan uang saku. Ada bermacam cara
yang bisa dilakukan untuk mengirit biaya idup sehari-hari. Hal positif yang
dapat saya petik dibalik kehidupan anak perantauan yang serba kekurangan yakni
dapat melatih menjadi orang yang mandiri yang dapat melakukan banyak hal
sendiri tanpa merepotkan orang lain, membentuk pribadi yang kuat, sabar dan
ikhlas.
Tidak sedikit pula ada orang-orang yang mencari nafkah
dari anak kos-kosan yang memanfaatkan kelengahan dan keramahan anak kos, mereka
sering di sapa dengan sebutan “si tangan panjang” alias maling, mereka tidak
punya perasaan dan peri kemanusiaan kalau anak kos adalah orang yang serba
kekurangan akan tetapi ironisnya mengapa mereka yang dijadikan sasaran oleh si
tangan panjang.